ENGLISH (ORIGINAL) VERSION AVAILABLE HERE
Kali ini, tamu istimewa kami adalah Jimi Aoma, yang sempat menjadi pemain bass untuk sejumlah band visual kei seperti Laverite dan Chemical Pictures, dikenal juga sebagai gitaris untuk Tommy heavenly6/february6, dan pernah menjadi musisi pendukung Carly Rae Jepsen dan Steve Appleton dalam tur mereka di Jepang. Kami pun duduk-duduk ngopi (walau virtual) untuk berbincang-bincang dengan Jimi guna memperoleh wawasannya mengenai berbagai hal yang sejak lama membuat kami penasaran mengenai dunia VK dan konser di Jepang pada umumnya – dan ternyata kami juga menjadi lebih paham mengenai budaya Jepang!
Catatan: cetak tebal dan judul lagu yang dicetak miring dalam jawaban-jawaban Jimi berasal dari kami.
Tahun lalu, RekON mendatangi sejumlah pentas visual kei (dan non-visual kei) di Tokyo, dan hal pertama yang kami sadari pada setiap pentas VK yang kami hadiri adalah: mayoritas penontonnya adalah perempuan. Kami bisa hitung jumlah cowok yang hadir setiap malam hanya dengan jari-jari sebelah tangan. Di mana cowok-cowok yang suatu hari nanti mungkin akan membentuk band-band VK – yang didominasi, kalau bukan hanya terdiri atas, cowok? Atau RekON datang ke tempat pertunjukan ‘yang salah’? (Sekadar info, kami mendatangi CYBER, EDGE, dan CUT UP STUDIO, juga konser D=OUT di Yoyogi 2nd Gymnasium.)
Penonton VK memang pada dasarnya didominasi oleh cewek, dan industri VK memang dibentuk untuk mereka. Sebagai akibatnya, cowok-cowok mungkin merasa nggak nyaman datang ke konser. Mungkin mereka dianggap mengganggu, atau barangkali dicurigai datang hanya untuk cari cewek (yang mungkin benar mungkin tidak, tergantung cowoknya), dan jujur sih, cowok-cowok moshing itu barangkali menakutkan bagi sebagian besar cewek (walaupun cewek-cewek juga bisa rusuh!)
Meskipun demikian, cowok-cowok itu ada kok—walaupun mungkin selera mereka berbeda-beda. Mungkin mereka nggak niat-niat amat datang ke sebuah pertunjukan secara acak dan menonton band yang mereka juga nggak bakal pedulikan, jadi tidak banyak dari mereka yang bisa kita temui di pertunjukan yang kecil-kecil sekali. Mereka mungkin menelusuri majalah atau web dengan saksama, dan mereka akan datang menonton baru ketika menemukan grup yang benar-benar menarik minat mereka. Dan sewaktu mereka datang, mereka paling-paling di belakang saja sambil menonton.
Punya fans cowok tuh kehormatan tersendiri. Yang aku akan katakan ini mungkin stereotipe, tapi kupikir fans cowok lebih mementingkan keahlian teknis kita daripada aspek-aspek lain, jadi kalau ada band yang lihat ada fans cowok yang datang tuh kayak, oke, kita bukan cuma cowok-cowok cakep yang nampang, kita memang beneran bagus. Tapi ini sikap yang rada bertentangan sih, soalnya jelaslah tanpa kekuatan awal dan jumlah fans cewek, kami bukan apa-apa, dan secara pribadi aku lebih suka kalau cowok dan cewek dalam scene ini seimbang jumlahnya.
Chemical Pictures punya cukup banyak fans cowok yang kami sukai, dan sebagian di antara mereka bahkan juga datang ke acara in-store, dan itu juga keren, karena in-store itu acara yang lebih akrab di mana masing-masing penggemar bisa terlihat semakin menonjol, dan cowok-cowok itu mungkin malah merasa malu atau apalah. Sedangkan Versailles, aku berani deh taruhan untuk menebak bahwa penonton mereka itu kira-kira 50 persen cowok 50 persen cewek. Mereka menulis lagu dengan sangat mempertimbangkan penggemar metal neo-klasik Eropa. NoGoD pastinya juga punya fans cowok. Aku yakin ada banyak band lain yang punya cukup banyak fans cowok, namun terkadang sulit membedakan siapa yang beli tiket untuk nonton dan siapa yang tamu! Haha.
Cowok-cowok yang akan membentuk band-band baru VK berikutnya, mereka di mana? Biasanya mendengarkan grup-grup visual yang lebih ‘mainstream’ (atau mantan-VK, atau diasosiasikan dengan VK). Banyak di antaranya adalah cowok-cowok yang mendengarkan L’arc-en-ciel atau LUNA SEA sewaktu tumbuh besar, dan waktu aku mulai (menjadi musisi VK – ed.), banyak musisi yang bilang mereka terilhami oleh Dir en grey, dan beberapa tahun kemudian, musisi-musisi baru bilang mereka terilhami oleh Gazette, dan mana tahulah band apa yang mereka sebut sekarang! Satu lagi yang pernah kudengar disebut-sebut sebagai sumber ilham adalah MUCC.
Visual Kei itu sangat didefinisikan oleh kalanganmu. Ini artinya live house tempatmu tampil, perusahaan manajemen yang tersedia, majalah-majalah yang memunculkanmu, dan tentu saja teman-temanmu dari band-band lain. Aku sebenarnya belum pernah ke CUT-UP atau Yoyogi sepertimu, namun sewaktu kami berada di bawah label Speed Disk kami sering main di AREA, dan menurutku sih live house itu sedikit lebih kondusif bagi cowok-cowok? Mungkin perasaanku saja sih. Live house tuh ada banyak kok, dan bahkan sewaktu aku masih sering datang ke acara-acara VK, jelas ada sebagian tempat pertunjukan yang bagiku lebih nyaman untuk didatangi daripada yang lain. Black Hole tampaknya menarik bagi fans cowok.
Aku juga ingin bilang kalau live house itu lucu, sebab ada sebagian yang kami SUKA BANGET bangunannya, panggungnya, soundnya, atau apa pun lah, tapi kami benci belakang panggungnya, atau sebaliknya. CYBER jadi mendingan begitu mereka menyewa sebuah kantor kecil di bangunan di sudut sebagai ruang ganti, sebab kalau tidak, hanya ada ruang-ruang yang mungil sekali untuk ganti baju dan segala macam. AREA, setelah aku terbiasa di situ rasanya ya baik-baik saja, namun pada dasarnya belakang panggungnya hanyalah koridor sempit panjang di sepanjang bangunannya. Tapi cermin dan lampu-lampunya bagus. Karena merupakan tempat yang sepenuhnya baru, sepertinya EDGE dirancang dengan baik; aku terkesan oleh belakang panggungnya. Tidak besar, tapi okelah untuk digunakan. Yang namanya tempat itu sulit diperoleh, jadi wajar saja kalau sempit!
Satu hal lagi yang RekON perhatikan adalah tidak ada fans yang memotret atau merekam video. Ini berbeda sekali dengan pertunjukan-pertunjukan artis Korea yang RekON pernah hadiri. Tentu saja juga ada larangan memotret atau merekam video dalam konser-konser Korea, tapi penerapan aturannya sepertinya lebih longgar dibandingkan Jepang. Paling tidak, perusahaan-perusahaan Korea tidak bongkar-bongkar internet untuk mengklaim foto atau video buatan penggemar. (Tahun lalu ada yang mengunggah video saat ia bertemu Alice Nine di sebuah kafe di Jakarta; video itu dihapus atas permintaan PSC.) Ini adalah salah satu halangan yang dirasakan oleh fans musik Jepang dari luar negeri; sulit sekali memperoleh foto atau video buatan penggemar yang sebenarnya bisa membantu fandom tumbuh. Bahkan ada yang berargumen kalau pertumbuhan popularitas musik Korea yang pesat sebagian disebabkan oleh foto dan video penggemar, sementara popularitas musik Jepang agak mandeg gara-gara ketiadaan foto dan video semacam itu. (Walaupun RekON harus akui, pertunjukan tanpa gadget sebenarnya sangat asyik kalau kita memang datang ke konsernya, tapi fans yang di rumah hanya bisa gigit jari.) Menurutmu bagaimana?
Ini jelas adalah sebuah aspek budaya Jepang secara keseluruhan, bukan hanya musik Jepang atau bahkan bisnis Jepang. Pada dasarnya orang-orang Jepang lebih peduli soal privasi daripada bangsa-bangsa lain, dan budaya internet mereka juga ‘ketinggalan’. Butuh waktu agak lama bagi Facebook sebelum memperoleh cukup banyak pengguna di Jepang, dan bahkan sekarang pun banyak yang masih sangat gelisah soal ini. Sejumlah perusahaan barangkali lebih aktif melindungi brand dan citra mereka daripada perusahaan-perusahaan lain, namun kupikir memang faktanya bisnis Jepang belum benar-benar ‘nyambung’ dengan model distribusi ‘free content’ (gratisan). Kamera dan semacamnya dalam pertunjukan benar-benar mengganggu, kalau menurut pendapat pribadiku lho, terutama sekarang ini ketika kita bisa merekam video pakai iPad raksasa. (Kami setuju soal ini, Jimi! – ed.) Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah, fotografer resmi pasti punya kamera yang bagus dan kita bisa memilah, memilih, dan mengontrol foto mana yang boleh dilihat orang lain. Aku pernah menolak foto-foto yang menunjukkan ekspresi wajahku yang aneh atau hidungku yang terlihat mendongak atau semacamnya. Ketika tepat ‘citra’ itulah yang dijual, penting sekali untuk bisa mengendalikan citra sampai ke detail terkecil.
Meminta izin juga merepotkan sekali. Mungkin ada yang bilang, lebih mudah minta maaf (setelah memotret duluan – ed.), tapi kupikir kan sopan kalau sejak awal kita sudah mengutarakan niat kita. Aku tidak menyalahkan yang mengunggah videonya, sebab mungkin dia tidak sadar apa yang akan terjadi, namun mungkin band itu hanya ingin santai sedikit, dan menjaga ruang privat itu bisa jadi sulit.
Selain itu aku tidak setuju kalau popularitas musik Korea itu gara-gara foto dan video buatan penggemar, kupikir itu semata karena uang yang mereka curahkan. Produk mereka punya nilai produksi tinggi sedari dikeluarkan. Fakta bahwa mereka lebih longgar soal foto dan video buatan penggemar hanyalah bonus. AKAN TETAPI, aku mengatakan semua itu sebagai orang yang tidak berminat kepada musik Korea, jadi mungkin aku salah!
Aku menyinggung soal ini dalam wawancaraku dengan JaME:
“Banyak fans mengeluh kalau negara mereka tidak dikunjungi oleh band-band (VK – ed.) dan akses yang mereka peroleh terbatas, namun mereka tetap ingin scene tersebut kecil dan intim. Apakah menurutmu ada jalan tengah yang bisa diambil?
Jimi: Menyebalkan memang kalau kita ingin sekali menonton suatu band tapi tidak punya jalan untuk melakukannya, tapi itu lebih merupakan derita pribadi… Kupikir satu-satunya jalan tengah adalah, terimalah kalau kita memang sudah memutuskan untuk mengikuti sesuatu yang relungnya sempit sekali, jadi konsumsilah sebatas kemampuan kita mengkonsumsi.”
Mungkin kedengarannya agak tidak sensitif, namun hal ini susah dijelaskan. Misal, menurutku akses tidak terbatas kepada karya kreatif seseorang itu bukanlah suatu hak. Pasar utama (VK) adalah Jepang dan orang-orang Jepang, dan merupakan suatu perjudian BESAR bila mereka ingin berinvestasi untuk promosi di luar negeri. Bila suatu perusahaan menolak melakukannya meski jelas ada permintaan, maka mereka sendirilah yang sebenarnya rugi. Kalau dalam khayalanku sih (fans VK) itu seharusnya mirip kolektor nerdy yang doyan banget suatu hal, misalnya komik Prancis atau sesuatu yang nggak jelas banget, dan orang yang terobsesi berat sampai bela-belain mengejar semua edisi yang sudah jarang dan mengimpornya melalui berbagai jalan, seperti zaman sebelum ada komputer dulu. Internet telah membuat kita lebih terhubung, lebih punya akses, juga lebih terbuka dan jujur, tapi juga membuat kita rada tidak sabaran dan merasa berhak atas segala sesuatu, haha.

Jimi dan band lamanya, Chemical Pictures, dalam formasi berempat: dari atas searah jarum jam: Jimi, Schwarz (sekarang Meku, gitaris GALEYD), Tenten, Joe
Terus kalau kita datang ke pentas VK dan nekad memotret? Hal terburuk apa yang bisa terjadi kepada kita?
Kalau kita pintar pura-pura jadi orang asing yang nggak tahu apa-apa, mungkin kita bisa lolos, tapi menurutku nggak usah deh pakai taktik ‘gaijin culun’ begitu 😛 Hal terburuk yang mungkin terjadi? Aku nggak yakin. Tertera dengan jelas, kok, di dinding setiap live house dan terkadang juga diumumkan sebelum tirai dibuka bahwa segala bentuk rekaman/fotografi dilarang, jadi mungkin mereka meminta kita berhenti? Aku belum pernah lihat ada yang minta pengunjung menghapus foto-foto, tapi siapa tahu saja kan? Tidak pernah lihat ada yang terang-terangan diusir keluar, tapi siapa tahu saja kan? Waktu 90-an dulu aku tahu rekaman bootleg (merekam konser diam-diam – ed) cukup popular, namun tempat-tempat pertunjukan memberantasnya dengan sangat giat. Kupikir aku tahu ada satu tempat pertunjukan yang pernah meminta pengunjung meletakkan kamera apa pun dalam sebuah kotak di meja depan, dan baru diambil lagi setelah pertunjukan berakhir. Aku nggak ingat band atau konser apa. Aku suka sih kebijakan ini, walaupun rada keras dan menyebalkan, haha.
Dan oh ya, fans luar negeri sering mengeluh kalau membeli tiket dari luar Jepang/online itu susah…
Sepertinya (pembelian tiket dari luar negeri) bukan prioritas, dan kupikir ada situasi di mana pihak penyelenggara khawatir orang-orang yang sudah beli tiket ternyata tidak datang, soalnya berarti kursi mereka kosong, kan. Apakah fans luar khawatir konser itu bakal habis tiketnya sebelum mereka sampai di Jepang? Kupikir kekhawatiran itu wajar. Aku yakin pihak Jepang mau-mau saja menerima lebih banyak uang dari penggemar namun itu berarti mereka harus siapkan antarmuka berbahasa Inggris, mengurusi dukungan teknis berbahasa Inggris, dan lain sebagainya. Budaya kartu kredit belum kuat di Jepang, tidak seperti di A.S., jadi itu salah satu alasannya mengapa jasa online di Jepang agak kurang. (Amazon, Rakuten, Playstation Store dll berhasil karena kita bisa membeli kartu-kartu prabayar di minimarket atau bahkan membayar rekening dan tagihan di minimarket. Ini adalah cara unik untuk menangani jual-beli, dan kupikir salah satu perhatian utama adalah masalah kompatibilitas.)
Belum lama ini kamu tur lagi bersama Steve Appleton di Jepang, dan di Tumblr kamu bilang menyenangkan sekali bisa jalan-jalan keliling kota-kota yang kamu kunjungi – karena kamu tidak punya kemewahan semacam itu saat masih menjadi musisi VK. Sulitkah bagi musisi VK untuk memperoleh kebebasan semacam itu?
Sebenarnya sih maksudku, selalu aku duluan yang dapat giliran dirias, dan begitu kita sudah pakai riasan/kostum, ya memalukanlah pergi keluar dengan penampilan begitu untuk beli takoyaki atau semacamnya! Biasanya kalau kami pergi ke suatu kota, bergantung pada seberapa cepat kami sampai di sana, kami mungkin jalan-jalan dan jajan, keliling-keliling dan berbelanja… namun kami jarang punya waktu begitu. Satu kekecualian mungkin adalah waktu kami di Sendai, tapi itu lebih karena Sendai adalah kampung halaman dua orang anggota kami (Tenten dan Joe dari Chemical Pictures – ed.), dan kami kebetulan manggung bareng amber gris dan mungkin satu band lagi yang berteman dengan kami, dan saat itu rasanya seperti jalan-jalan ke kota bersama teman-teman sebab kami tiba di sana pagi sekali.
Sebagai musisi yang pernah pentas di hadapan penonton VK dan non-VK, apa perbedaan terbesar di antara keduanya yang kamu rasakan?
Jelas ada perbedaannya. Ini persoalan kultur (malah mungkin lebih akuratnya sub-kultur). Fans VK barangkali dicirikan sebagai sangat antusias, namun tetap sopan dan menjaga jarak. Aku benar-benar terkejut waktu pertama kali pentas bersama Steve, sebab ada penonton yang menepuk bahuku, menyorongkan barang-barang untuk kutandatangani, minta foto bareng … semuanya kulayani dengan senang, namun aku kaget karena untuk sejenak semua itu terasa ‘tidak sopan’, semata karena fans VK tidak begitu. Tanda tangan itu hanya untuk acara in-store, foto bareng pun lebih jarang lagi. Meski demikian, terkadang aku berharap bahwa kalangan VK lebih terbuka untuk mengobrol santai, jabat tangan, memberikan tanda tangan, berfoto dll dengan fans VK yang sangat setia dan sopan, sebab aku jadi menghormati kelompok pendukung inti itu, tapi itu tidak adil kan? Haha.
Susahnya memperoleh akses adalah salah satu aspek besar mengapa fans subkultur itu sangat hardcore, dan penting untuk menjaga segala sesuatu seperti itu. Mungkin awalnya karena keluhan soal suara berisik, namun musisi tidak dianjurkan nongkrong-nongkrong di sekitar tempat pertunjukan setelah acara usai dan mengobrol dengan fans yang menunggu (tempat pertunjukan seringkali punya batasan kebisingan atau dapat keluhan dari tetangga atau harus bersih-bersih sebelum waktu tertentu), sehingga fans biasanya hanya melihat kami sekilas sewaktu datang atau pulang. Ini pun dilarang oleh tempat pertunjukan karena menyebabkan macet di trotoar. Apa pun untuk menghindari 迷惑 (meiwaku, rasa terganggu – ed), pokoknya.
Penampilan live Jimi bersama band lamanya, Chemical Pictures.
Dari semua tempat pertunjukan dan/atau festival yang pernah kamu jajal di Jepang, mana yang paling berkesan? ‘Berkesan’ di sini tidak harus berarti positif…
Untungnya aku tidak punya kenangan ‘jelek banget tadi itu’, tapi coba kita lihat:
Chemical Pictures: Pentas pertama kami di O-East atau West, sebab itu semacam tujuan pribadi yang kutetapkan, bahwa kalau aku menjadi anggota sebuah grup dan bermain di salah satu tempat pertunjukan itu, aku sudah cukup puas dan menganggap diri kami tidak jelek!
Aku tidak ingat pertunjukan di mana, namun kami tur bersama NoGoD sewaktu aku hampir keluar dari Chemical Pictures, dan aku benar-benar suka kepada mereka-mereka itu, dan menganggap setiap anggota sebagai teman baik. (NoGoD dan CPS) bergantian menjadi penampil utama, dan dalam setiap pertunjukan kami bertukar anggota dan memainkan satu lagu. Satu malam kami memainkan Warau Picasso bersama Dancho, Shinno, Joe, aku, dan K; di malam lainnya kami memainkan Saikou no Sekai bersama Tenten, Kyrie, Joe, Karin, dan Shiun. Aku betul-betul menyukai tur itu dan mungkin itulah momen paling menyenangkan dalam pengalamanku berpentas bersama CPS.
Satu lagi mungkin adalah one-man terakhirku bersama CPS, di O-West. Kami menghabiskan banyak waktu merancang pencahayaan, panggung, setlist dll, dan semua itu sangat bikin stres, namun juga menjadi pertunjukan yang keren banget. Rasanya seperti eforia, tapi itu mungkin karena aku sudah lelah sekali menyiapkannya!
Selain CPS, manggung di Summer Sonic bersama orang-orang yang jauh lebih keren dariku tuh benar-benar asyik! Dream Theater! Stevie Wonder! Taylor Swift! Die Antwoord! Everlast bilang permainanku bagus! Michael Monroe bertanya padaku apakah ada makanan katering saat itu untuk vegetarian! Orianthi mulai bercakap-cakap dengan John Petrucci sebelum aku sempat melakukannya, terus mereka cabut! Atari Teenage Riot rada bikin aku takut! Dan kemudian dalam tur terakhir ini, bermain di festival Yokohama Green Room dan bertemu Miyavi, yang telah lama kuhormati, dan ia sedemikian ramah, hangat, dan lucu. Aku suka orang-orang lucu, seperti yang pasti diketahui siapa pun yang pernah lihat Twitter-ku.
Dan kemudian acara Halloween saat aku pentas bersama Tommy, dengan tokoh-tokoh besar rock Jepang di sekelilingku. Hyde, yasu, Kaz, Hitsugi… aku hanya berani berkenalan dengan Hitsugi (dari Nightmare – ed.), tapi itu pun karena aku sudah kenal Yomi lewat Tenten.
Sejauh yang kutahu, cita-cita realistisku di bidang musik sudah tercapai, jadi apa pun selain itu hanyalah bonus besar yang sangat kusyukuri.
Ngomong-ngomong soal festival – Jepang adalah tempat penyelenggaraan sejumlah festival musik besar di wilayah ini. Kadang-kadang kami menceletuk “Semua negara lain bisa saja tidak dikunjungi artis tertentu, tapi Jepang pasti didatangi.” (Banyak di antara kami masih sirik karena band-band seperti My Bloody Valentine dan bahkan Inspiral Carpets manggung di Jepang, tapi tidak di negara-negara Asia lain belakangan ini.) Sepertinya ada tempat untuk setiap artis dan setiap genre di Jepang … Apakah kesan kami ini betul?
Masa sih? Sepertinya Indonesia seharusnya jadi tempat tujuan yang lebih popular. Aku pikir artis-artis internasional memang seharusnya mencoba menjadwalkan lebih banyak pertunjukan di Asia juga. Apa mereka lupa Asia bukan hanya Cina, Korea, Jepang? (atau bahkan Hong Kong, Taiwan, dll.)
Aku pikir sih memang karena orang-orang cenderung bebas-bebas saja di Jepang kalau sudah soal selera, sehingga apa pun bisa berkembang di sini, walaupun saat ini aku sedang mencari-cari band Jepang yang mirip Periphery, jadi kalau ada yang bisa kasih aku saran!…
Tapi memang sih. Folk? Pernah besar, sekarang diikuti oleh penggemar setia. Hip-hop? Banyak artis J-hip-hop, walaupun kecuali beberapa di antaranya, bagiku kebanyakan terlalu ‘lembek’ beat-nya. Prog? Aku kenal banyak orang yang suka King Crimson, Yes, Dream Theater, dll. Radiohead ngetop, Oasis… post rock? Mono, te, toe… Merzbow bisa dibilang menciptakan genre noise dan aku tidak yakin bisa ada artis seperti dia dari negara mana pun kecuali Jepang. Aku jelas merasa ada banyak niche dan sub-genre aneh, dan mereka semua dapat kesempatan berkembang di lingkungan yang mereka pilih, entah itu festival pantai luar-ruang besar-besaran atau festival underground yang kecil dan kelam.
Aku pernah singgung ini juga dalam wawancara JaME, bahwa memang di sini ada perasaan bahwa kita tidak dihakimi karena selera kita, setidaknya tidak secara terbuka. Di Amerika, orang-orang lebih mudah mengejek kita payah atau bego karena suka Band X atau Y, tapi aku belum pernah lihat itu terjadi di sini. Kalau aku, selalu berusaha menyimpan penilaianku untuk diriku sendiri, walaupun aku harus menahan diri untuk nggak kelepasan ngomong sewaktu seorang kenalan yang sebenarnya seleranya berseni banget mengaku padaku kalau dia suka sebuah grup idola tertentu! 😛
Ngomong-ngomong soal macam-macam jenis musik… kamu kan juga suka sekali pada jazz. Dengan musisi jazz mana, yang sudah meninggal atau masih hidup, kamu ingin jam session? Musisi jazz Jepang mungkin?
Waduh, kamu nanya orang yang salah deh. Aku nggak akan mungkin bisa main setara siapa-siapa. Permainan gitar jazzku jelek, permainan bass jazzku sudah karatan, dan permainan piano jazzku sudah terhapus dari ingatan seolah-olah pikiranku habis dikotak-katik Tommy Lee Jones dan Will Smith. Gini deh, aku barangkali nggak benar-benar ingin jam dengan siapa pun dari mereka, tapi aku benar-benar ingin belajar dari salah satunya, barangkali versi fiksinya yang stabil dan nggak mabuk! Jadi, yah, aku ingin Bill Evans mengajariku bagaimana bermain piano dari awal. (Aku menyebut Bill Evans karena ia agak mengingatkanku kepada Debussy masa-kini, yang selalu aku sukai sewaktu aku masih main piano.)
Kasih rekomendasi dong buat kami artis/band Jepang yang menurutmu fantastik kalau manggung (tidak harus keren rekamannya, namun kalau mereka pun keren di rekaman, semakin bagus!). Siapa tahu kami bisa cek pentas mereka kalau kami mengunjungi Jepang lain kali!
Kalau soal band visual, dan di antara teman-temanku, aku tetap merekomendasikan NoGoD dan amber gris. Dua-duanya sangat berbeda-beda, namun dua-duanya sangat berbakat. Seandainya bukan proyek terbatas, aku juga akan merekomendasikan proyek Tenten sebelumnya. Grup Joe sekarang, Ensoku, cukup asyik untuk ditonton. Selain itu, aku harus minta maaf karena aku tidak sering jalan-jalan, dan jarang sekali menonton pentas!
Oh, tunggu: James (MacWhyte, basis Tommy heavenly6 – ed.) beberapa waktu lalu mengajakku nonton The Back Horn dan kupikir mereka hebat, dan aku malah marah pada diri sendiri karena tidak tahu banyak soal mereka sebelumnya. Band pembuka mereka, Ogre You Asshole, adalah salah satu yang paling keren yang pernah kulihat sejak lama, walaupun barangkali tidak semua orang bisa suka mereka, dan mereka sama sekali tidak bergerak di panggung, tapi aku suka apa yang mereka kerjakan.
Kalau ada yang tanya ‘band Jepang yang manggungnya keren sekali’, menurutku siapa pun pasti puas dengan pentas Maximum The Hormone. Bahkan dalam DVD konser saja mereka keren. Malah, waktu dulu aku baru mulai bersama Chemical Pictures, aku menonton rekaman-rekaman pertunjukan kami sesudahnya dan bertanya-tanya mengapa aku kelihatan konyol sekali; aku meminjam DVD Maximum dari Tenten dan mempelajarinya, juga beberapa band lain, dan tahu-tahu aku tidak terlihat terlalu konyol lagi. (Tapi mungkin aku masih terlihat konyol, sih!)

Jimi dan band lamanya, Chemical Pictures, dalam formasi berlima. Kiri-kanan: Joe, Jimi, Tenten, Shiun, Rui
Dan sedikit lagi soal pencapaian pribadimu sebagai pertanyaan penutup. Kalau kamu hanya boleh menyebut satu saja rekaman yang pernah kamu buat yang paling kamu banggakan, rekaman apa itu?
Aku langsung punya jawaban untuk ini, walaupun sebenarnya ada dua rekaman, jadi aku masih harus memutuskan di antara dua itu. Seimbang antara Praparat dan The Man Who Shot the World (Sekai wo Utta Otoko – ed.) Case 3: Hinawajuu. Aku pikir kami beruntung bekerja dengan engineer dan masterer kami untuk Praparat, dan untungnya juga saat itu kami masih band baru dengan lagu-lagu yang kuat dan sangat bersemangat saling bekerja sama. Atmosfernya benar-benar ‘nyetrum’ selama minggu saat kami merekam Praparat. Praparat sangatlah bagus, Reincarnation sangatlah bagus, sementara Schwarzwald sungguh indah. Dalam Hinawajuu ada Roundabout Satellite, yang membuatku bangga dari segi musik maupun lirik; Yami ni Furu Planetarium, yang menjadi semacam lagu khas CPS; Sick Boy Sam Sick Flower, yang musik dan melodinya kugubah 11 tahun lalu sewaktu sedang mencuci piring di restoran di California, sehingga istimewa sekali rasanya ketika kutunjukkan lagu itu kepada teman-teman sebandku dan mereka langsung menyukainya. Canvas adalah lagu balada yang sekadar mengisi, dan memang aku bekerja keras juga menggarapnya, namun lagu-lagu lainlah yang menyebabkan aku memilih Hinawajuu. Tunggu, boleh pilih yang ketiga nggak? Yang keempat? Maksudku, aku hanya pernah merilis 7 CD bersama CPS, jadi selain yang dua itu aku ingin bisa memilih semuanya. Selain itu, aku hanya menulis lirik untuk Tommy, walau tentu saja aku juga bangga pada karya-karyaku yang itu.
Terima kasih ya sudah menjawab pertanyaan-pertanyaan kami, Jimi. Dan aku masih utang traktiran kopi betulan.
Kuat, tanpa susu atau pakai krim sedikit saja, gulanya dua atau tiga.
RekON benar-benar menikmati bincang-bincang ini, dan kami harap kalian para pembaca juga!
Jimi ada dalam video ini. Tahukah kalian yang mana?
Album baru Tommy february6, 「TOMMY CANDY SHOP ♡ SUGAR ♡ ME」, dirilis 12 Juni 2013.